Jumat, 13 November 2009

PENGENDALIAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK PADA SATUAN KERJA PENGELOLA KEUANGAN DAERAH


Dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia berikut desentralisasi anggarannya, maka meningkat pula kebutuhan sistem pengendalian akuntansi. Tujuan informasi akuntansi untuk pemakainya adalah meningkatkan penilaian dan keputusan dengan lebih baik (Martin, 1994). Sistem akuntansi merupakan bagian yang sangat penting dalam spektrum mekanisme pengendalian keseluruhan yang digunakan untuk memotivasi, mengukur, dan memberi sanksi tindakan-tindakan manajer dan karyawan dari suatu organisasi (Macintosh, 1994). Sistem akuntansi yang efektif merupakan prasyarat bagi kinerja yang lebih baik (Darma, 2004). Hal tersebut menggambarkan bahwa semakin banyak penggunaan sistem pengendalian akuntansi akan menyebabkan peningkatan kinerja organisasi dengan mendorong pengambilan keputusan dan pengendalian aktifitas keuangan oleh para manajer secara lebih baik
Dari beberapa hasil penelitian, sistem pengendalian yang digunakan oleh suatu organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja organisasi tersebut (Gul, 1991; Gul dan Chia, 1994; Syafrudin, 2001) tetapi terdapat faktor kontekstual dalam hubungan tersebut. Hasil penelitian Simons (1997) menunjukkan penggunaan sistem pengendalian akuntansi memiliki karakteristik yang berbeda antara perusahaan yang menerapkan strategi defender dengan prospector. Sistem pengendalian akuntansi berpengaruh positif atau signifikan terhadap kinerja pada organisasi pemerintah (Miah dan Mia, 1996; Andriani, 2001).
Menurut Bastian (2006a;450), Pengendalian akuntansi, merupakan bagian dari sistem pengendalian internal, meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi serta mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Menurut Bodnar dan Hopwood (2006;129) yang menjadi pondasi dari pengendalian internal ini adalah lingkungan pengendalian yang menyediakan disiplin dan struktur komponen proses pengendalian internal.
Aktivitas Pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan (Boynton et.al.; 2003;386). Aktivitas pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko telah diambil untuk pencapaian tujuan organisasi. Faktor-faktor yang tercakup dalam lingkungan pengendalian antara lain: Komitmen terhadap kompetensi, filosofi manajemen dan gaya kepemimpinan, struktur organisasi, cara pembagian otoritas dan tanggung jawab, dan kebijakan sumber daya manusia dan prosedur. Beberapa faktor ini akan menjadi titik perhatian penulis untuk dieksplorasi dan dibahas pada bagian selanjutnya karena lingkungan pengendalian menjadi pondasi untuk melaksanakan pengendalian.
Sejalan dengan tujuan pengendalian akuntansi, Permendagri no. 13 yang mengatur pengeluaran keuangan daerah melalui penatausahaan pengeluaran yang diakomodir dalam pasal 196 hingga pasal 231. Peraturan penatausahaan pengeluaran ini menjadi dasar untuk menganalisa praktik yang menjadi temuan penelitian.
Fungsionalisme struktural, terutama dalam karya Talcott Parsons, Robert Merton, serta pengikut mereka (seperti Bronislaw Malinowski, Radclif-Brown, dan Alvin Gouldner (Poloma, 2004)) memusatkan perhatian pada “struktur sosial” dan “institusi sosial” berskala luas, antar hubungannya, dan pengaruhnya terhadap aktor. Parsons melihat sistem sosial sebagai satu dari tiga cara di mana tindakan sosial bisa diorganisir, dua sistem lainnya adalah sistem kultural yang mengandung nilai dan simbol-simbol serta sistem kepribadian para pelaku individual (Poloma, 2004;171).
Dalam sistem sosial, Parsons menekankan status-peran sebagai unit fundamental dalam studi tentang sistem sosial. Status mengacu pada posisi struktural dari sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya itu. Sebagai seorang fungsionalis struktural, Parsons membedakan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”, terkenal dengan skema AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latency) (Ritzer dan Goodman, 2004; Perdue, 1986; Roberts, 2006; Turner, 1998). Agar dapat bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini.
Adaptation merupakan sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. Goal attainment menngisyaratkan bahwa sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuannya. Integration menunjukkan bahwa sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi lainnya (A, G, L). Latency mensyaratkan bahwa sebuah sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Konsep teori yang telah dikemukakan sebelumnya akan menjadi kerangka analisis untuk memahami realitas pengendalian akuntansi dan akan dideskripsikan pada beberapa bab dan bagian ke depan. Bagaimanapun, disadari pengembangan rerangka analisis ini belum mengakomodasi secara memadai seluruh konteks, baik yang terdapat dalam teori yang akan digunakan terhadap realitas yang terjadi, namun, penulis menganggap bahwa pengembangan rerangka analisis menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar